Abstrak
Filologi dikenal
sebagai ilmu yang berhubungan dengan kebudayaan masa lampau. Studi atas karya
tulisan masa lampau dilakukan karena adanya anggapan dalam tulisan terkandung
nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Pujian tumbuh dari
rasa syukur kepada Allah, yaitu ketika Allah turut mengambil bagian dalam
problema kehidupan, maka pada saat itulah rasa syukur dan terima kasih tercipta
melalui pujian. Pujian dalam kajian ini
diambil dari desa Solokuro Lamongan yaitu Hasbunallah
wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir yang mempunyai arti cukuplah
Allah menjadi
penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong. Setelah pujian ini berkembang sedikit
demi sedikit kebiasaan atau kebudayaan masyarakat pada saat itu yang di anggap
kurang baik mulai berkurang. Dalam tulisan ini juga mengkaji unsur kebahasaan
dalam pujian Hasbunallah wa
ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir.
Kata Kunci:
Pujian Hasbunallah wa ni’mal wakil,
ni’mal maula wa ni’man nashir, Nilai Kebudayaan, Unsur Kebahasaan.
PENDAHULUAN
Selama
ini, filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan kebudayaan masa
lampau yang berupa tulisan. Studi atas karya tulisan masa lampau dilakukan
karena adanya anggapan bahwa dalam tulisan terkandung nilai-nilai yang masih
relevan dengan kehidupan masa kini. Karya-karya tulisan masa lampau tersebut
merupakan hasil peninggalan yang mampu menginformasikan buah pikiran, perasaan,
dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang pernah ada. Selain itu,
sebagai produk masa lampau, bahan yang berupa kertas dan tinta, serta bentuk
tulisan, dalam perjalanan waktu semenjak diciptakan sampai saat ini, telah
mengalami perubahan atau bahkan kerusakan, baik karena faktor waktu maupun
karena faktor kesengajaan dari para penyalinnya. Gejala yang demikian itu terbaca
pada munculnya variasi bacaan dalam karya tulisan dari masa lampau.
Pujian mempunyai nilai-nilai
yang masih relevan dengan kehidupan masa kini yang menyatakan sesuatu hal
positif tentang seseorang, dengan tulus dan sejujurnya. Pujian itu adalah
sesuatu ucapan yang membuat orang yang mendengarnya merasa tersanjung, sehingga
dapat juga memberikan motivasi kepada orang yang di puji. Pujian itu penting
sekali, guna untuk menunjukan betapa kita benar-benar menyukai apa yang di
katakan, di lakukan, atau dicapai oleh seseorang. Pujian membuat orang menjadi
lebih baik. Dan, kemampuan memuji adalah skill yang sangat berguna untuk
dikuasai. Orang yang sering dipuji cepat atau lambat akan belajar untuk memuji
orang lain juga. Kalau kita sering saling memuji, kita akan lebih bahagia. Dan,
kalau kita menjadi orang yang lebih bahagia, kebahagiaan akan cepat menyebar
seperti virus, dan akan menjadikan dunia tempat yang lebih bahagia untuk dihuni.
Pujian
adalah ekspresi manusia berupa ungkapan hati yang ditujukan kepada Allah,
sebagai tanggapan atas perbuatan-Nya dan juga atas diri pribadi Allah sendiri. Pujian tumbuh dari rasa syukur
kepada Allah, yaitu ketika Allah turut mengambil bagian dalam problema
kehidupan, maka pada saat itulah rasa syukur dan terima kasih tercipta melalui
pujian. Rasa syukur itulah yang menjadi penggerak untuk memuji Allah. Pujian
melibatkan pikiran yang yang tertuju kepada Allah kemudian diwujudkan dalam
tindakan yang merupakan perbuatan yang memuji Allah.
Pujian
sebelum sholat juga
merupakan sarana untuk menunggu imam dan makmum yang lain agar datang
melaksanakan sholat berjamaah baik di masjid maupun di pondok atau langgar
supaya tidak terlambat. Pujian-pujian tersebut berasal dari sebuah teks
khususnya dari bahasa arab yang dilantunkan oleh makmum secara bersama-sama dan
terkadang ada seorang yang memimpin biasanya menggunakan pengeras suara seperti yang dilakukan di desa Solokuro kabupaten
Lamongan yang melantunkan pujian dari bahasa arab yang berbunyi Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa
ni’man nashir yang mempunyai arti cukuplah
Allah menjadi penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong, sebelum
melaksanakan jama’ah sholat magrib. Pujian ini di ulang beberapa kali sembari menunggu
imam datang. Dari dulu sampai sekarang pujian yang dilantunkan di pondok ini
sebelum jamaah magrib selalu pujian ini belum pernah diganti.
Dalam penelitian ini akan
membahas pujian sebelum jamaah sholat magrib di desa Solokuro kabupaten
Lamongan yang berbunyi “Hasbunallah wa
ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir” dengan menggunakan analisis nilai kebudayaan
dan unsur kebahasaan.
DESKRIPSI OBJEK
Pujian ini selalu
dilantunkan sejak dulu sampai sekarang di desa Solokuro. Pujian ini pertama
kali di bawah ke desa Solokuro oleh Mbah Zahri seorang ulama dari desa
Tebuwung. Mbah zahri pada awalnya di panggil oleh petinggi atau kepala desa Solokuro saat itu yaitu petinggi Rasyid
dan diberi sebilah tanah wakaf supaya Mbah Zahri bisa menetap di desa Solokuro.
Salah satu tujuannya adalah agar Mbah Zahri bisa memberi pencerahan khususnya
di bidang keagamaan kepada warga Solokuro, karena pada saat itu kondisi
keagamaan di desa Solokuro masih belum begitu jelas sehingga banyak warga yang
masih mengantar sesajen dan berdoa
dibawah pohon-pohon besar yang di anggap mempunyai kekuatan mistis seperti
pohon beringin yang sekarang lokasinya berada di depan masjid desa, tetapi
belum lama ini beringin tersebut roboh sendiri. Mbah Zahri kemudian melantunkan
pujian “Hasbunallah wa ni’mal wakil,
ni’mal maula wa ni’man nashir” yang mempunyai arti cukuplah Allah menjadi
penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung
dan sebaik-baik penolong,
sebelum sholat magrib di
langgar sehingga masyarakat mulai mendengar dan sedikit demi sedikit mulai
mengikuti pujian tersebut meskipun kebanyakan orang saat itu belum tahu arti
dari pujian tersebut yang penting ikut melantunkan. Pujian ini di dapat Mbah
Zahri dari meniru kyai nya ketika beliau masih di pondok. Mbah Zahri kemudian
bisa berangkat haji dan namanya dirubah menjadi Mbah Anwar. Mbah Anwar
mempunyai anak bernama Mbah Basyir yang meneruskan perjuangan Mbah Anwar ketika
beliau wafat. Mbah Basyir mempunyai anak yang bernama Mbah Mujib yang
meneruskan perjuangan dan mempertahankan pujian yang di bawah oleh Mbah Anwar
tersebut. Setelah Mbah Mujib wafat, perjuangan beliau dilanjutkan oleh Ustadz
Mashudi sampai sekarang.
Saat ini pujian tersebut
selalu menggema setelah adzan magrib berkumandang di desa Solokuro. Kebanyakan
yang melantunkan adalah anak-anak kecil yang mau mengaji di pondok. Pujian ini
berisi pesan yang tersirat dan dilantunkan berulang-ulang sembari menunggu imam
datang. Pujian ini dilantunkan menjadi sebuah lagu mempunyai tujuan supaya
tidak gampang lupa serta supaya mudah di hafal. Apalagi saat pujian ini pertama
kali di bawah ke desa Solokuro, keadaan masyarakat masih kurang kuat imannya
sehingga banyak yang masih menaruh sesajen dan berdoa di bawah pohon-pohon
besar. Pada saat ini pujian tersebut mempunyai tujuan juga untuk mendidik
anak-anak khususnya dari anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak
sampai yang sudah di Madrasah Tsanawiyah karena kebanyakan yang melantunkan
sekarang adalah mereka. Apalagi pesan dari Mbah Zahri saat itu adalah jangan
meninggalkan anak cucu dalam keadaan buta. Buta disini bukan mempunyai maksud
anak tersebut tidak bisa melihat. Tetapi mempunyai maksud tidak tahu apa-apa
mengenai agama khususnya.
TEORI
Menurut Arps (dalam
Kadarisman, 2010:122) sebuah teks tembang dapat dibaca dengan dua cara: analytical reading atau phoetic reading. Cara
pertama berusaha memahami isi teks, sedangkan cara kedua lebih bermaksud
menikmati dan menghayati totalitas teks. Singkatnya, puitika Jawa diwarnai oleh
kelisanan yang kental, tembang adalah sastra tulis yang penciptaan dan
penghayatannya bergantung pada kelisanan.
Sastra
tulis lazimnya berwujud tembang. Dan pujian ini termasuk dalam bentuk tembang yang merupakan kajian sastra
tulis. Meskipun pujian merupakan sastra tulis, namun harus selalu diperhatikan
bahwa dalam proses penciptaannya sang penggubah melantunkan atau menyanyi
perlahan dalam hati dan setelah tercipta sebuah tembang atau pujian ini baru
bisa dinikmati secara sempurna jika dilagukan. Teori
yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori analisis unsur kebudayaan
dan unsur kebahasaan. Bahwa obyek kajian dalam teori ini adalah ragam sastra,
yaitu sastra tulis ang kemudian dilisankan.
Pada dasarnya
pendekatan dalam menganalisis data ini adalah pendekatan etnopuitika, etnopuitika adalah disiplin yang
mengkaji puitika pentas yang membawa warna lokal atau kebudayaan lokal yang
kental sekali. Etnopuitika
itu sendiri juga
merupakan titik-temu dari tiga disiplin ilmu yaitu linguistik, antropologi dan
sastra lisan. Objek kajian etnopuitika seperti yang telah disampaikan
sebelumnya, terpusat pada “teks” yang muncul pada pentas sastra. Adapun fokus
dari ketiga disiplin ilmu itu masing-masing linguistik bertugas menganalisis
struktur teks, dari lapis fonetis-fonologis, lapis morfoleksikal, lapis
sintaksis, sampai
lapis sosio-semantisnya. Antropologi
berfokus pada pengetahuan lokal: bagaimana filsafat atau kearifan lokal
menjelaskan makna sosial dari pentas sastra tersebut bagi masyarakat sekitar.
Sastra lisan menjelaskan posisi pentas sastra tersebut dalam kaitannya dengan
pentas sastra yang lain, yang mungkin berkaitan atau sama sekali terpisah.
ANALISIS DAN BAHASAN
DATA
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pujian sebelum jamaah sholat maghrib di desa Solokuro.
Dalam pujian ini sebenarnya bukan hanya untuk menunggu imam datang. Tetapi juga
ada maksud tertentu yang berpengaruh kepada kondisi masyarakat.
Hasbunallah
wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. Pujian tersebut mempunyai
arti cukuplah Allah
menjadi penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong.
NARASUMBER
Dalam penelitian ini
penulis melakukan
wawancara kepada dua orang narasumber yang berfungsi untuk memberikan informasi
yang jelas mengenai penelitian ini. Narasumber yang pertama adalah Pak Khusaeri, beliau di
anggap orang yang tahu banyak hal mengenai desa Solokuro apalagi pekerjannya
sebagai seniman kentrung menuntut dia harus tahu mengenai cerita-cerita atau
sejarah khususnya zaman dulu. Selain sebagai seniman kentrung beliau juga
sebagai seorang guru madrasah serta pengurus pemerintahan di desa Solokuro dan
mempunyai dua putra yang bernama Mizdad dan Yazid. Saya melakukan wawancara
sekitar pukul 13.30 bertempat di rumah Pak Khusaeri setelah beliau pulang dari
mengajar di Madrasah dan kebetulan beliau sedang tidak ada tamu.
Narasumber yang kedua adalah
Pak Suzahri, beliau disamping sebagai ustadz juga bekerja sebagai seorang guru
serta menjadi bos material atau penyedia bahan bangunan. Beliau mempunyai empat
orang anak yang bernama Dimas, Fakih, Akbar, dan yang satunya belum diberikan
nama. Saya melakukan wawancara dengan Pak Suzahri sekitar pukul 18.30 bertempat
di rumah beliau dengan keadaan yang cukup ramai karena tanpa sepengetahuan saya
sehari sebelum saya melakukan wawancara istri beliau melahirkan anak yang
keempat sehingga banyak sekali orang yang datang untuk melihat bayi. Tetapi itu
tidak mengurangi semangat Pak Suzahri dalam memberikan informasi kepada saya,
karena wawancaranya bukan berada di dalam rumah melainkan di depan rumah
beliau.
PENGARUH KEBUDAYAAN
Kebudayaan
Sebelum Pujian Masuk
Asal
mula desa Solokuro sebenarnya berasal dari dua kelompok atau dua dusun yaitu Jalak dan Sangan.
Semua masyarakat Jalak dan Sangan pada saat itu sangat kesulitan dalam mencari
sumber air baik untuk minum ataupun untuk mandi. Akhirnya ada seorang santri dari sunan ampel yang di
utus untuk membuat sumber mata air di desa Solokuro. Sayang sekali santri sunan
ampel tersebut dituduh warga sebagai maling atau pencuri sehingga beliau di
bunuh oleh warga. Apalagi kondisi masyarakat saat itu sedang kacau sehingga
gampang sekali terpancing provokasi. Setelah tahu yang dibunuh tersebut adalah
santri sunan ampel akhirnya mereka menyesal dan meminta maaf dengan cara selalu
berdoa di makam santri tersebut tetapi setelah berdoa mereka langsung berlari
dengan cepat karena merasa takut. Bukan hanya ziarah saja, tetapi mereka juga
mengirimkan makanan ke makam tersebut. Ternyata masyarakat bukan hanya
mengirimkan makanan ke makam saja tetapi kepada pohon-pohon besar yang ada di
desa Solokuro yang di anggap keramat.
Dalam keagamaan di desa
Solokuro juga kurang begitu baik karena mulai anak-anak sampai orang tua jarang
sekali berjama’ah atau sholat di masjid atau langgar pada saat itu. Mereka
lebih suka berdoa dan mengirimkan sesajen di pohon yang di anggap keramat.
Kebiasaan itu bisa dikatakan sudah menjadi kebudayaan masyarakat Solokuro pada
waktu itu.
Kebiasaan Setelah Pujian Masuk
Kebiasaan
yang dianggap kurang baik tersebut
sedikit demi sedikit mulai hilang ketika setelah adzan maghrib ada yang melantunkan
pujian ini. Banyak
orang yang penasaran sehingga mulai mengikuti dan melaksanakan pujian tersebut
sekaligus mengikuti jamaah sholat maghrib. Apalagi pujian ini dilantunkan
ketika para warga pulang kerumah setelah kebanyakan melakukan aktivitas
sehari-hari yaitu pergi kesawah. Kebanyakan yang ikut melantunkan saat itu
adalah para orang tua kemudian orang tua tersebut mengajak anak-anaknya untuk
ikut jamaah sholat maghrib di langgar atau saat ini disebut pondok. Kebiasaan
mengirim sesajen atau berdoa di pohon yang dianggap keramat sudah mulai di
tinggalkan oleh kebanyakan masyarakat dan memilih melakukan jamaah sholat
khususnya sholat magrib di pondok.
Pada dasarnya pujian ini
adalah menyeruhkan kepada kita supaya hanya meminta pertolongan kepada Allah
bukan kepada mahluk seperti manusia atau pohon-pohon besar yang dilakukan oleh
masyarakat pada zaman dahulu sebelum pujian ini masuk di Solokuro. Tidak ada
sebaik-baik kekuatan atau pertolongan melainkan dari Allah SWT.
Pada saat ini pujian
tersebut masih tetap dilantunkan sebelum jama’ah sholat maghrib yang memang
kenyataannya masyarakat Solokuro mayoritas masih tetap bekerja sebagai petani
sudah pulang ke rumah masing-masing. Anak-anak yang melantunkan pujian ini
sudah selesai bermain. Karena setiap sore anak-anak kecil bermain di lapangan
baik lapangan sepak bola maupun bola volli. Mereka akan berhenti bermain ketika
menyadari maghrib segera datang dan kemudian mereka segera pulang dan bergegas
menuju pondok untuk mengaji. Dalam melantunkan pujian ini mereka banyak yang
bergurau satu sama lain meskipun masih tetap ikut melantunkan pujian tersebut.
Sayang sekali saat ini yang
melantunkan pujian ini hanya anak-anak saja karena para orang tua sudah jarang
meluangkan waktunya untuk ke pondok, disamping karena faktor capek juga
terkadang ada kesibukan masing-masing. Pada perkembangannya sekarang setelah
melantunkan pujian ini kemudian anak-anak melanjutkan untuk mengaji Al Qur’an
dan dilanjutkan untuk melaksanakan jama’ah sholat isya’ sebelum pulang kerumah
untuk belajar.
Kebiasaan yang hampir
menjadi budaya di masyarakat desa Solokuro yang lebih memilih berdoa di tempat
yang di anggap keramat bisa dikatakan kurang baik. Tetapi setelah pujian Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa
ni’man nashir atau cukuplah Allah menjadi
penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung
dan sebaik-baik penolong,
ini mulai dilantunkan sedikit demi sedikit
kebiasaan tersebut mulai berkurang karena masyarakat lebih memilih untuk
berjamaah dan berdoa di masjid atau langgar daripada ditempat atau pohon
keramat tersebut. Nilai kebudayaan di Desa Solokuro ini masih kuat dan terus di
kembangkan sampai sekarang terbukti dengan setiap hari masih dilantunkan pujian
tersebut oleh anak-anak yang masih mau pergi jamaah maghrib ke pondok. Secara
tidak langsung pujian ini juga mempunyai tujuan untuk mendidik kepada anak-anak
UNSUR KEBAHASAAN
Kata Hasbu dalam pujian ini mempunyai makna
cukup atau mencukupi, kata ini menduduki jabatan sebagai fi’il atau kata kerja dan menjadi
predikat.
Kata Na merupakan dhamir yang mewakili dhamir nahnu
‘kita’ karena kata tersebut mustatir ‘bergandeng’ dengan kata sebelumnya maka
menjadi na. Na menjabati kedudukan sebagai maf’ulun bih atau
objek. Kalimat ini susunan sebenarnya adalah hasaba Allahu ilaina. Cukuplah Allah bagi kita. Kemudian diartikan
cukuplah Allah menjadi penolong kita. Kata Allah kita
khususnya umat islam, Lafdu jalalah
merupakan fa’il dari fi’il yang terletak sebelumnya. Kata wa memiliki arti dan. Kata tersebut
memiliki jabatan sebagai wawu ‘athaf ‘kata hubung’. Kata Ni’ma memiliki arti
baik jika bergabung dengan kata wakil maka akan menjadi sebaik-baik pelindung.
Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan susunan ini merupakan mudhof. Kata Wakil memiliki arti
pelindung yang menduduki jabatan sebagai
mudhof ilaih. Kata Ni’ma memiliki arti
baik jika bergabung dengan kata wakil maka akan menjadi sebaik-baik pelindung.
Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan susunan ini merupakan mudhof. Kata Maula memiliki arti
pelindung kata ini menduduki jabatan sebagai mudhof ilaih. Kata
wa memiliki arti dan. Kata tersebut
memiliki jabatan sebagai wawu ‘athaf ‘kata hubung’. Kata Ni’ma memiliki arti
baik jika bergabung dengan kata wakil maka akan menjadi sebaik-baik pelindung.
Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan susunan ini merupakan mudhof. Kata Nashir berasal dari
kata nashara-yansuru-nasran yang memiliki arti menolong. Perubahan
bentuk dari kata semula menjadi nashir karena akibat dari ditasrif sehingga
menjadi bentuk isim fail ‘kata yang berkedudukan sebagai subjek’
contoh: katib ‘penulis’ berasal dari kata ‘menulis’. Nashir ‘penolong’ dari
kata nashara ‘menolong’
Arti
Leksikal
|
Kata
|
Hasbu mempunyai makna cukup atau mencukupi,
kata ini menduduki jabatan sebagai fi’il atau kata kerja dan menjadi
predikat
|
Hasbu
|
‘Na’
merupakan dhamir yang mewakili dhamir nahnu ‘kita’
karena kata tersebut mustatir ‘bergandeng’ dengan kata sebelumnya maka
menjadi na. Na menjabati kedudukan sebagai maf’ulun bih atau
objek. Kalimat ini susunan sebenarnya adalah hasaba Allahu ilaina. Cukuplah
Allah bagi kita. Kemudian diartikan cukuplah Allah menjadi penolong kita.
|
Na
|
Lafdu jalalah
merupakan fa’il dari fi’il yang terletak sebelumnya.
|
Allah
|
Kata ‘wa’ memiliki arti ‘dan’. Kata tersebut memiliki jabatan
sebagai wawu ‘athaf ‘kata hubung’.
|
Wa
|
Ni’ma memiliki arti baik jika bergabung dengan kata wakil maka
akan menjadi sebaik-baik pelindung. Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan
susunan ini merupakan mudhof.
|
Ni’mal
|
Wakil memiliki arti pelindung yang menduduki jabatan sebagai mudhof ilaih.
|
Wakil
|
Ni’ma memiliki arti baik jika bergabung dengan kata wakil maka
akan menjadi sebaik-baik pelindung. Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan
susunan ini merupakan mudhof.
|
Nikmal
|
Maula memiliki arti pelindung kata ini menduduki jabatan sebagai
mudhof ilaih.
|
Maula
|
Kata ‘wa’ memiliki
arti ‘dan’. Kata tersebut memiliki jabatan sebagai wawu ‘athaf ‘kata hubung’.
|
Wa
|
Ni’ma
memiliki arti baik jika bergabung dengan kata wakil maka akan menjadi
sebaik-baik pelindung. Susunan frasa ini merupakan ma’thuf dan susunan ini
merupakan mudhof.
|
Nikma
|
Nashir dari
kata nashara-yansuru-nasran yang memiliki arti menolong. Perubahan
bentuk dari kata semula menjadi nashir karena akibat dari ditasrif sehingga
menjadi bentuk isim fail ‘kata yang berkedudukan sebagai subjek’
contoh: katib ‘penulis’ berasal dari kata ‘menulis’. Nashir ‘penolong’ dari
kata nashara ‘menolong’
|
Nashir
|
Artinya cukuplah allah menjadi penolong kami dan allah adalah
sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas
bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa pujian khususnya di Desa Solokuro bukan
hanya digunakan sebagai sarana untuk menunggu imam sholat. Pujian tersebut juga
bisa digunakan untuk mendidik, pujian tersebut juga dilagukan supaya mudah
dihafal dan gampang diingat.
Pujian Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa
ni’man nashir ternyata
mampu membawa perubahan kebudayaan di Desa Solokuro. Setelah pujian Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa
ni’man nashir berkembang sedikit demi sedikit kebiasaan masyarakat
berdoa di tempat yang di anggap keramat mulai berkurang. Masyarakat lebih
memilih untuk berjamaah dan berdoa di masjid atau langgar daripada ditempat
atau pohon keramat tersebut karena mereka percaya tidak ada sebaik-baik
pelindung dan sebaik-baik penolong selain Allah SWT.
Pujian Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa
ni’man nashir atau cukuplah
Allah
menjadi penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong
DAFTAR
PUSTAKA
Eugrr, Steven. 2011. Definisi Pujian.
(http://steveneugrr.blogspot.com/2011/02/pujian-penyembahan-isi-dan-definisi.html), (Online). Diakses 31 Juni 2013.
Hatta, Ahmad. 2006. Tafsir Qur’an Per
Kata. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
Kadarisman,
Effendi. 2010. Mengurai Bahasa Menyibak
Budaya. Malang: UIN-MALIKI Press.
Suryani,
Elis NS. 2012. Filologi. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar