Kamis, 04 Juli 2013

Bola Adalah Teman

Terinspirasi Dari Film Captain Tsubasa


Pagi ini suasana kota Lamongan masih sunyi ketika aku bergegas menuju lapangan sepak bola. Aku akan latihan sepak bola bersama tim Kecoak FC, seperti biasanya aku berangkat selalu lebih awal daripada teman-teman satu timku. Aku bermimpi membawa Negaraku menjadi juara piala dunia dan aku sendiri ingin menjadi pemain terbaik dunia. Bagiku sepak bola adalah segalanya, aku tidak pernah kesepian karena bagiku bola adalah teman.

“Hai Fajri, kamu selalu datang mendahului kami” kata Dendi yang datang bersama teman-teman satu timku.
Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan dari Dendi.
“Fajri, kamu tidak berangkat sama Robert?” tanya Kurnia selaku kapten timku.
“Maaf kapten, Robert sedang pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan matanya, nanti dia akan kesini” jawabku.
“Baiklah, ayo kita semua mulai latihan”.
Kami semua latihan dengan serius untuk persiapan mengikuti kompetisi nasional sepak bola di Jakarta tujuh hari lagi. Kami ingin mendapatkan juara dalam kompetisi bergengsi ini meskipun lawan yang akan kami hadapi cukup tangguh yang berasal dari perwakilan semua daerah di Indonesia.
Diselah-selah kami latihan ternyata Robert sudah sedari tadi menyaksikan kami di pinggir lapangan. Robert saat ini berada di Indonesia untuk mengobati matanya, dia tinggal di rumahku karena dia adalah teman ayahku yang bekerja di Brazil. Robert dulunya adalah pemain nasional Brazil yang pernah mendapat penghargaan sebagai pemain terbaik dunia, dia membuatku termotivasi untuk mengikuti jejaknya. Aku ingin setelah ini pergi ke Brazil bersama dia untuk menjadi pemain profesional dan suatu saat nanti akan menjadi pemain terbaik dunia. Sementara dia di Lamongan maka pemilik tim meminta Robert menjadi salah satu pelatih kami membantu Pak Susilo.
“Robert, apa kamu baik-baik saja?” tanyaku yang khawatir dengan kondisi Robert.
“Aku baik-baik saja, kalian harus tetap semangat dalam berlatih dan selalu jaga kekompakan dengan cara berkomunikasi baik didalam maupun diluar lapangan, agar tidak terjadi kesalahpahaman”.
“Baik Robert kami akan lakukan itu”.
Sebelum berangkat ke Jakarta kami akan melakukan uji coba dengan tim Kuda Betina FC yang sebenarnya pernah kami kalahkan ketika babak final sehingga tim kami berhak mewakili daerah untuk bertanding di Jakarta.
Pada pertandingan kali ini pelatih menurunkan tim inti dengan Kurnia sebagai kiper sekaligus kapten, di posisi bertahan ada Kipli, Hamzah, Roby, dan Tony, pada posisi tengah ada Jupe, Busthom Ahmad, Dendi, serta Andik. Sedangkan di posisi penyerang ada pasangan emas yaitu Madun dan tentunya saya Fajri Kikuk. Tanpa diduga meskipun ini hanya laga uji coba ternyata stadion Rajawali penuh sesak oleh para pendukung yang ingin menyaksikan pertandingan ini.
Pertandingan ini berjalan seimbang secara keseluruhan dengan hasil akhir 7-0 untuk kemenangan tim kami Kecoak FC. Kami semua kaget ketika Kurnia ditandu keluar lapangan dan digantikan oleh Iker saat pertandingan belum usai setelah bertabrakan dengan striker tim Kuda Betina. Kami masih menunggu kabar terakhir mengenai kondisi Kurnia apakah baik-baik saja ataukah cedera Kurnia cukup parah. Setelah kami menunggu lumayan lama akhirnya Robert keluar dari ruang medis untuk menemui kami.
“Bagaimana Robert kabar Kurnia?”.
“Kondisi Kurnia lumayan parah dan harus dirawat sehingga kemungkinan dia tidak akan bisa ikut bertanding ke Jakarta pada babak penyisihan sampai semifinal kalau kita lolos” jawab Robert.
Mendengar jawaban tersebut hatiku terasa sesak, Kurnia adalah kiper terbaik yang namanya sudah dikenal oleh semua pecinta sepak bola di Indonesia, apalagi Kurnia adalah kapten tim yang sangat diandalkan sehingga kami merasa kehilangan Kurnia.
“Fajri, sementara Kurnia cedera kamu yang akan memakai ban kapten untuk memimpin tim ini, aku percaya kamu pasti bisa” ucap Robert sembari memberikan ban kapten kepadaku.
Aku hanya terdiam memandangi ban kapten ini, aku berjanji dalam hati untuk membawa tim ini sampai kebabak final supaya Kurnia bisa ikut bertanding dan tim kami akan menjadi juara.
**
Sebelum berangkat ke Jakarta malam harinya aku terlebih dahulu menjenguk Kurnia yang sudah dirawat di rumahnya.
“Kapten bagaimana keadaanmu sekarang?”.
“Terimakasih Fajri kamu sudah datang menjengukku, kondisiku semakin membaik hanya saja harus banyak istirahat supaya cepat kembali bisa bertanding. Fajri berjanjilah kamu akan membawa tim kita sampai babak final sehingga aku akan ikut bertanding dan kita akan menjadi juara” pinta Kurnia.
“Aku berjanji kapten, aku akan berjuang sampai titik darah penghabisan supaya kita bisa mewujudkan impian kita jadi juara nasional. Kapten aku mau pamit pulang dulu untuk istirahat karena besok akan berangkat ke Jakarta. Semoga kamu cepat sembuh”.
“Terimakasih Fajri, aku percaya padamu”.
**
Keesokan harinya kami pun berangkat menuju Jakarta karena lusa kami akan mulai kompetisi. Kami tergabung di grup A bersama Suara Burung FC, Tugu Harimau FC, dan Makam Beruang FC. Pada pertandingan pertama kami akan melawan tim yang sangat berat yaitu Makam Beruang FC dimana tim ini diperkuat oleh Jajang Jangan yang bertubuh besar serta mempunyai tendangan sangat keras. Makam Beruang FC sangat berambisi untuk menjadi juara dalam kompetisi bergengsi ini apalagi tim ini adalah tim yang sangat diunggulkan. Robert menyuruh kami hanya latihan ringan untuk persiapan pertandingan pertama karena kami ingin menghindari resiko pemain yang cedera saat latihan.
Pertandingan pertama pun segera dimulai, sebelum pertandingan dimulai seperti biasa kedua tim saling berjabat tangan. Ketika berjabat tangan Jajang dengan sengaja meremehkan tim Kecoak FC dihadapanku.
“Hai anak kecil, tim Kecoak ada Kurnia saja pasti kalah dari tim Makam Beruang apalagi tanpa Kurnia, pasti kami akan panen gol” ucap Jajang.
“Kita lihat saja nanti”. Jawabku.
Pertandingan pun dimulai.
”Pada babak pertama kedua tim saling menyerang. Tim Makam Beruang beberapa kali mengancam gawang tim Kecoak hanya saja masih gagal karena tangguhnya benteng pertahanan yang dikomandoi oleh Hamzah. Begitupun sebaliknya tim Kecoak mengandalkan kecepatan para pemainnya seperti Dendi, Madun, dan yang pasti Fajri Kikuk tetapi belum berhasil menjebol gawang tim Makam Beruang. Pada menit ke 30 melalui tendangan kerasnya jajang berhasil membobol gawang tim Kecoak yang dikawal oleh Iker. Score pun berubah menjadi 1-0 untuk tim Makam Beruang. Selang 10 menit kemudian tepatnya di menit 40 saya berhasil menyamakan kedudukan setelah memanfaatkan umpan manis dari Madun disisi kanan pertahanan tim Makam Beruang. Score berubah menjadi 1-1 yang bertahan hingga babak pertama berakhir. Pada babak kedua jual beli serangan pun terjadi, kedua tim menginginkan kemenangan dilaga pembuka ini untuk mengamankan poin hanya saja serangan mereka selalu gagal. Pada menit ke 90 sayang sekali lini belakang tim Kecoak sedikit lengah sehingga jajang berhasil membobol gawang mereka untuk kedua kalinya yang mengubah score menjadi 2-1 untuk kemenangan tim Makam Beruang dan bertahan hingga peluit panjang di bunyikan. Pertandingan yang sangat menarik untuk dilihat” ucap reporter setelah pertandingan.
Setelah pertandingan berakhir aku merasa sangat sedih disamping timku kalah, aku juga mengecewakan semua orang termasuk janjiku kepada Kurnia. Akupun menangis karena belum siap menerima kekalahan yang menyakitkan ini.
“Tenang saja kompetisi belum berakhir, kompetisi baru saja dimulai” ucap Robert kepadaku.
“Tapi aku sudah kalah”
“Kau belum kalah Fajri, kalau kamu juara suatu saat nanti akan aku ajak kau ke Brazil”.
Mendengar perkataan Robert aku merasa semangatku kembali lagi, disamping ingin menjadi juara nasional aku juga ingin segera pergi ke Brazil untuk menjadi pemain profesional.
Pada pertandingan selanjutnya kami menang dengan sangat mudah, menghajar tim Suara Burung FC dengan score cukup telak 4-0, selanjutnya menghajar tim Tugu Harimau FC dengan score yang juga cukup telak yaitu 5-1. Timku pun lolos ke babak selanjutnya dengan predikat sebagai runner up grup A dibawah tim Makam Beruang yang mengemas poin sempurna.
Pada babak 16 besar kami berhasil menang 4-2 melawan tim Hijau Kadal FC. Kami melenggang mulus ke babak selanjutnya melawan tim Ayam Panas FC, kami berhasil menang 5-1 meskipun dengan kartu merah yang diterima oleh Kipli membuatnya absen pada pertandingan semifinal, posisi Kipli rencananya akan di isi oleh Ridwan Bakri. Menjelang babak semifinal berlangsung Kurnia mengucapkan selamat kepadaku melalui telepon genggamnya.
“Selamat Fajri, kalian sudah berhasil sampai pada babak semifinal, kalau kalian menang kita akan bertanding di partai final” ucap Kurnia.
“Iya Kurnia, aku akan menepati janjiku kepadamu”.
“Selamat bertanding Fajri Kikuk”
“Terimakasih Kurnia, aku harap kamu sudah bersiap-siap untuk terbang ke Jakarta”. Jawabku sambil menutup pembicaraan.
Pada pertandingan semifinal kami akan melawan tim Besi Ular FC yang diperkuat oleh gelandang tangguh Jujun Nedi. Sebelum pertandingan ini dimulai, pada hari sebelumnya tim Makam Beruang FC memastikan tiket ke babak final setelah mengalahkan tim Kuda Hijau FC dengan score tipis 3-2. Melihat hasil itu aku semakin termotivasi untuk memenangkan pertandingan ini agar bisa masuk babak final dan membalas kekalahan atas tim Makam Beruang FC pada babak penyisihan. Dengan susah payah kami pun berhasil memenangkan pertandingan ini dengan score tipis 2-1 dan melangkah ke babak final.
Pertandingan final akan dilaksanakan lima hari setelah ini sehingga kami masih ada waktu persiapan melawan tim Makam Beruang. Robert menyuruh kami agar lebih kompak pada babak final karena lawan yang akan kami hadapi adalah tim tangguh yang pernah mengalahkan kami sebelumnya. Kami sangat optimis bisa memenangkan pertandingan final ini apalagi tim kami sudah kembali diperkuat oleh Kurnia yang sudah tidak diragukan lagi kualitasnya.
Sebelum pertandingan dimulai seperti biasanya Jajang menghina tim kami, kali ini Kurnia yang secara langsung dihina oleh Jajang.
“Hai Kurnia apa kabar, ternyata setelah timmu kemarin kalah berani juga kau muncul sekarang, baiklah akan ku robek gawangmu serta ku patahkan tanganmu”.
Mendengar Jajang berkata seperti itu, Kurnia hanya membalasnya dengan senyuman.
“Pertandingan pun dimulai dengan tim Kecoak yang memegang jalannya pertandingan, pada babak pertama banyak sekali peluang yang dihasilkan oleh Madun dan kawan-kawan hanya saja belum satu gol pun tercipta hanya karena salah pengertian. Tanpa diduga ternyata tim Makam Beruang hanya mengandalkan serangan balik yang berbahaya, beberapa kali tendangan Jajang mengarah ke gawang tetapi berkat kesigapan Kurnia, Jajang juga belum berhasil mencetak gol. sehingga babak pertama berakhir dengan kedudukan imbang tanpa gol”. Celoteh reporter yang bertugas.
“Pada babak kedua nanti kalian harus berkomunikasi lebih baik lagi supaya tidak terjadi salah paham seperti pada babak pertama”. Pinta Pak Susilo kepada kami.
“Baik pelatih”. Jawab kami serentak.
“Babak kedua dimulai dengan bola dari tim Makam Beruang FC. Kedua tim masih sama-sama mencari peluang untuk mencetak gol tetapi masih belum berhasil. Hingga akhirnya pada menit ke 88 melalui aksi tendangan akrobatik yang saya lakukan membuat kedudukan berubah menjadi 1-0 untuk kemenangan tim Kecoak dan bertahan hingga wasit meniup peluit panjangnya. Selamat untuk tim Kecoak yang berhasil menjadi juara pada kompetisi tahun ini”. Ucap reporter tersebut.
Semua pemain, pelatih, serta para pendukung bersorak gembira melihat tim ini keluar sebagai juara. Aku pun langsung melepas kostumku sebagai tanda terimakasih telah mendukung kami dan langsung melemparkannya kepada penonton. Ucapan selamat tiada henti kami terima termasuk dari para pemain Makam Beruang FC yang mau menerima kekalahan ini.
Pada tribun penonton aku melihat seorang gadis yang tidak asing lagi bagiku. Dia adalah Maria, gadis yang aku kagumi sejak masih sama-sama bersekolah di SD Harapan Bangsa. Ternyata dia datang langsung dari Jepang untuk menyaksikan pertandingan ini. Saat ini Maria sekolah di Jepang sehingga sangat sulit bagiku untuk bertemu dengannya. Aku tersipu malu ketika Maria melemparkan senyum padaku dan bergegas keluar stadion, akupun langsung keluar stadion dan bergegas mencari Maria yang ternyata dia duduk di taman luar stadion.
“Maria, itukah kau?”.
“Fajri, sejak kecil kau selalu berteman dengan bola dan ingin menjadi pemain sepak bola professional. Masa depanmu sudah terlihat jelas, selamat ya kamu sudah menjadi juara nasional”.
“Terimakasih Maria, aku jadi terharuh kamu bilang begitu padaku. Apakah kamu langsung dari Jepang kesini untuk melihat pertandingan ini Maria?”.
“Benar, aku kesini ingin menyaksikan pertandingan hari ini dan terimakasih kamu membuat aku bangga. Fajri apakah benar setelah ini kamu ingin pergi ke Brazil?”.
“Iya Maria setelah ini aku akan berangkat ke Brazil bersama Robert. Berapa lama kamu di Indonesia?”
“Setelah ini aku akan langsung kembali ke Jepang”.
“Apa? setelah ini. Hmm padahal aku ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamamu Maria. Baiklah kalau begitu izinkan aku menemanimu ke bandara ya”.
“Baiklah Jri kalau itu keinginanmu”.
**
Diselah perjalanan ke bandara bersama Maria, aku baru sadar ternyata ketika pertandingan final tadi Robert tidak ada entah kemana. Dia sudah berjanji akan mengajakku ke Brazil bersamanya setelah aku menjuarai kompetisi ini. Ku kira mengkin Robert sedang pergi ke dokter sehingga tidak bisa menyaksikan pertandingan final tadi.
Sesampainya di bandara dengan berat hati aku melepas kepergian Maria kembali ke jepang untuk menggapai cita-citanya.
“Maria, aku berjanji akan bertanding pada piala dunia di Jepang dan aku akan menemuimu disana”.
“Aku akan menunggumu, selamat tinggal Fajri Kikuk, kita pasti berjumpa lagi di lain kesempatan”. Ucap Maria yang membuatku tak kuasa menahan kesedihan yang mendalam.
“Hati-hati Maria jaga dirimu baik-baik, aku akan selalu merindukanmu”. 
Dengan lambaian tangan dan senyum manis dibibirnya, Maria bergegas meninggalkanku menuju pesawat yang akan membawanya kembali ke Jepang. Belum sempat hilang kesedihanku ditinggal Maria ternyata aku melihat Robert sudah berada didalam pesawat yang akan berangkat menuju ke Brazil, aku sontak kaget dan langsung berteriak memanggilnya sekeras mungkin.
“Robeeeeert… Robeeert… Robeert… Robert”. Teriakku sambil menahan air mata.
Dia berlalu begitu saja tanpa menghiraukanku, dalam waktu yang hampir bersamaan aku ditinggal pergi oleh dua orang yang berpengaruh dalam hidupku selain ayah dan ibuku. Aku sangat terpukul menerima kenyataan ini. Baru kali ini aku merasa begitu sedih sampai-sampai lupa kalau aku sebenarnya masih punya seorang teman yang sangat berharga bagiku yaitu bola.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Moh. Fajri