Makna Konotasi dalam Puisi
“Diponegoro”
Karya Chairil Anwar
Moh.
Fajri
Abstrak
Abstrak
Puisi
yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini diambil dari buku kumpulan
puisi Aku Ini Binatang Jalang. Puisi
ini merupakan puisi yang terkenal sejak pertama kali keluar sekitar bulan Februari
1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa
kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya.
Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin
dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar. Penelitian ini mengkaji puisi Diponegoro
menggunakan analisis makna konotasi, yaitu tambahan makna lain terhadap makna
dasarnya, makna konotasi mengacu kepada aspek makna yang bersifat personal
(orang per orang), menampilkan asosiasi emosional sebuah kata. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat makna konotasi dalam puisi Diponegoro karya
Chairil Anwar. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis kelas kata berupa
kata benda, kata kerja, kata sifat, konjungsi, jumlah bait, jumlah baris, dan
jumlah kata, serta rima akhir.
Kata Kunci: Puisi
Diponegoro, Makna Konotasi.
I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Puisi
merupakan jenis karangan yang penyajiannya sangat mengutamakan aspek keindahan.
Keindahan yang terdapat dalam puisi terpancar dalam susunan bunyi dan pilihan
katanya. Dalam puisi dikenal dengan adanya rima, irama dan nada.
Istilah-istilah tersebut berkaitan dengan efek keindahan bunyi dalam sebuah
puisi. Kecuali dalam kesamaan bunyi, keindahan puisi terdapat pula pada pilihan
dan rangkaian kata yang digunakan. Kata dan rangkaian kata yang bergaya
merupakan unsur penting lain dalam menciptakan efek estetis. Majas menjadikan
larik dan bait-bait dalam puisi hidup, bergerak, dan merangsang pembaca untuk
memberikan reaksi tertentu dan merenungkan atas apa yang diungkapkan penyair. Puisi adalah karya sastra yang khas penggunaan bahasanya dan memuat
pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung
dalam puisi disusun dari peristiwa yang telah diberi makna dan ditafsirkan
secara estetik.
Puisi
merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah
dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 2012). Kebanyakan didalam puisi terdapat
makna konotasi.
Makna konotasi adalah nilai emotif yang menyangkut
nuansa halus dan kasar pada suatu bentuk kebahasaan (Wijana, 2008:15). Makna
konotatif adalah tambahan makna lain terhadap makna dasarnya (Aminuddin,
2011:56). Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas terjadi dalam kreasi
sastra. Sesuai dengan keberagaman nilai, motivasi, sikap, pandangan maupun
minat setiap individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh
julukan individual sendiri-sendiri.
Pada kesempatan ini penulis akan menganalisis makna
konotasi dari salah satu karya Chairil Anwar, yaitu puisi yang berjudul
“Diponegoro” puisi ini
muncul sekitar bulan Februari 1943 yang ingin membuat banyak orang supaya
memiliki jiwa kepahlawanan untuk semangat berjuang meraih kemerdekaan karena
pada kenyataannya tahun tersebut Indonesia belum merdeka. Keberanian Pangeran
Diponegoro dalam melawan pemerintahan Belanda di Indonesia dilukiskan oleh
Chairil Anwar melalui beberapa baris dalam bait puisinya. Adapun tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi makna konotasi yang
terkandung dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana makna konotasi yang terkandung dalam puisi
“Diponegoro” karya Chairil Anwar?
II.
Deskripsi Objek
Puisi yang berjudul Diponegoro ini
merupakan puisi karya dari Chairil Anwar. Pria kelahiran Medan 26 Juli 1922 ini adalah seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-karyanya hidup dalam batin
atau digemari sampai saat ini. Puisi ini muncul sekitar bulan
Februari tahun 1993. Dalam puisi ini Chairil Anwar sebagai pengarang ingin
menumbuhkan jiwa kepahlawanan bangsa Indonesia, karena itu beliau memilih
Diponegoro sebagai judul dalam puisinya. Semangat pangeran Diponegoro yang
pernah menggerakkan rakyat Jawa Tengah dan Yogyakarta pada masa itu ingin
dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar.
Perjuangan Pangeran Diponegoro dalam
melawan pemerintahan Belanda di Indonesia dilukiskan oleh Chairil Anwar melalui
beberapa baris dalam bait puisinya. Bahkan keberanian Diponegoro dalam melawan
bangsa Belanda dilukiskan oleh penyair seakan-akan Diponegoro mengayun-ayunkan
pedang di tangan kanan dan membawa sebilah keris di tangan kirinya. Walaupun
bangsa Belanda menggunakan senjata yang lebih modern, sang Diponegoro yang
bersenjata serba tradisional itu terus maju dengan semangat yang tak bisa mati.
Pangeran Diponegoro yang terkenal gigih
dan pantang menyerah terlihat jelas manjadi sebuah inspirasi bagi Chairil Anwar
dalam menulis puisi. Dari puisi yang berjudul Diponegoro terlihat sekali bahwa
Chairil Anwar teramat mengagumi sosok Pangeran Diponegoro. Beliau tentu saja
telah mempelajari sejarah hidup Pangeran Diponegoro ini dengan baik.
Pada
puisi Diponegoro karya Chairil Anwar ini menggunakan pemilihan kata yang
sederhana. Meskipun sederhata tetapi kata yang digunakan merupakan kata-kata
yang keras dan tergolong kata tegas. Hal itu akan terlihat jika puisi itu
dibacakan. Chairil
Anwar mempunyai ciri khas dan lebih bebas dalam mengolah bahasa puisi sehingga
ia dikenal sebagai penyair yang menjadi tonggak perkembangan sastra Indonesia.
Dengan ciri khas gaya bahasa yang dimilikinya, Chairil Anwar disebut sebagai
pelopor angkatan ‘45. Bahasa yang digunakan Chairil dalam puisi-puisinya
merepresentasi sebagian besar kehidupannya. Chairil menggunakan bahasa yang
berapi-api dalam merepresentasikan kehidupan yang terjadi pada saat itu, yakni
masa perjuangan kemerdekaan termasuk dalam puisi yang berjudul Diponegoro ini.
III.
Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori makna konotasi. Makna konotatif
adalah tambahan makna lain terhadap makna dasarnya (Aminuddin, 2011:56).
Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas terjadi dalam kreasi sastra. Sesuai
dengan keberagaman nilai, motivasi, sikap, pandangan maupun minat setiap
individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh julukan
individual sendiri-sendiri. Makna konotasi adalah makna tambahan atau pinggiran
yang berada di sekitar makna pokok. Makna ini bersifat personal atau
individual. Makna ini bersifat khas perorangan, bergantung pada pengalaman
hidup orang per orang. Oleh karena itu tipe makna ini tidak dapat ditiru atau
dicontoh oleh orang lain (Subroto, 2011:47). Tipe makna ini juga berkaitan
dengan asosiasi emosional yang dimunculkan oleh sebuah kata. Hal itu
berdasarkan atas pengalaman hidup kebanyakan orang. Jadi, tipe makna konotasi
mengacu kepada aspek makna yang bersifat personal (orang per orang),
menampilkan asosiasi emosional sebuah kata.
IV.
Analisis
dan Temuan
1.
Analisis
1.1 Data
Pada penelitian ini data yang digunakan
adalah puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Diponegoro.” Puisi ini terdapat
dalam buku kumpulan puisi Aku Ini
Binatang Jalang.
DIPONEGORO (Judul)
Di masa pembangunan ini (baris 1/bait 1)
Tuan hidup kembali (baris 2/bait 1)
Tuan hidup kembali (baris 2/bait 1)
Dan bara kagum menjadi
api (baris
3/bait 2)
Di depan sekali tuan
menanti (baris 4/bait 3)
Tak gentar. Lawan
banyaknya seratus kali. (baris
5/bait 3)
Pedang di kanan, keris
di kiri (baris 6/bait 3)
Berselempang semangat
yang tak bisa mati. (baris 7/bait
3)
MAJU (baris
8/bait 4)
Ini barisan tak
bergenderang-berpalu (baris
9/bait 5)
Kepercayaan tanda
menyerbu. (baris
10/bait 5)
Sekali berarti (baris
11/bait 6)
Sudah itu mati. (baris
12/bait 6)
MAJU (baris
13/bait 7)
Bagimu negeri (baris
14/bait 8)
Menyediakan api. (baris
15/bait 8)
Punah di atas menghamba (baris
16/bait 9)
Binasa di atas ditinda (baris
17/bait 9)
Sungguhpun dalam ajal baru
tercapai (baris 18/bait
10)
Jika hidup harus merasai (baris
19/bait 10)
Maju. (baris 20/bait 11)
Serbu. (baris
21/bait 11)
Serang. (baris
22/bait 11)
Terjang. (baris
23/bait 11)
Februari 1943
1.2 Analisis
Judul
Diponegoro
Diponegoro merupakan seorang pangeran yang lahir pada 11 November 1785.
Ia putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono III (1811–1814). Ibunya Raden Ayu
Mangkarawati merupakan keturunan Kyai Agung Prampelan yaitu ulama yang sangat
disegani di masa panembahan senapati mendirikan kerajaan Mataram. Pangeran
Diponegoro adalah seorang pemberani khususnya dalam melawan pemerintahan
Belanda yang ada di Indonesia saat itu, sikap Diponegoro yang menentang Belanda
secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Pada saat perang
Diponegoro kerugian dari pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20
juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Pangeran
Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan, hadiah sebesar 50.000 Gulden
diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Pada tanggal 16
Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal,
Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng
Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan
Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia. Pada 28 Maret 1830
Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan
perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu
ditolak Diponegoro, tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti.
Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa
ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal
Pollux.
Chairil Anwar ingin menumbuhkan semangat untuk meraih kemerdekaan dalam
puisi ini apalagi puisi Diponegoro ini lahir sekitar bulan Februari tahun 1943
saat Indonesia belum merdeka. Chairil Anwar sebagai penulis puisi ini ingin
menghidupkan kembali semangat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan
penjajah pada saat itu.
Bait
1
(1) Di masa pembangunan ini
(2) Tuan hidup kembali
Pada kata pembangunan di baris kesatu bukan berarti pembangunan secara fisik
seperti membangun gedung atau tempat lain. Tetapi, kata pembangunan dalam puisi
ini mempunyai makna untuk membangun semangat meraih kemerdekaan. Karena saat
puisi ini muncul yaitu pada tahun 1943 yang berarti Indonesia masih belum
merdeka. Semangat serta keberanian Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah
saat itu ingin di ungkapkan oleh Chairil Anwar melalui puisi tersebut supaya
bisa memberi semangat kepada masyarakat Indonesia untuk segera berjuang dalam
merebut kemerdekaan dari penjajah. Pada kata hidup mempunyai arti masih terus ada,
bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. Bukan berarti Pangeran
Diponegoro setelah beliau meninggal kemudian harus hidup kembali jasadnya,
tetapi kata hidup disini bisa
diartikan semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan belanda sebelum beliau
meninggal diharapkan bisa muncul atau hidup kembali kepada masyarakat Indonesia
saat itu.
Bait
2
(3) Dan bara kagum menjadi api
Kata api
pada bait kedua baris ketiga bukan mempunyai arti api pada umumnya yang berupa
cahaya dari sesuatu yang terbakar. Tetapi kata api pada puisi ini mempunyai makna kekaguman Chairil Anwar kepada
Diponegoro. Hal itu semakin diterlihat ketika pada sebelumnya ada kata bara kagum, bara masih ada kaitannya
dengan api, bara merupakan arang yang masih panas terbakar sebelum menjadi api.
Begitupun kekaguman Chairil Anwar kepada Diponegoro yang tidak hanya sekadar
menjadi bara saja tetapi sudah menjadi api.
Bait
3
(4) Di
depan sekali tuan menanti
(5) Tak
gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
(6) Pedang
di kanan, keris di kiri
(7) Berselempang semangat yang tak bisa mati
Di
depan sekali tuan menanti mempunyai makna masyarakat
Indonesia sudah tidak sabar untuk menunggu perjuangan supaya Indonesia berhasil
menyingkirkan para penjajah demi meraih kemerdekaan, apalagi kata menanti yang
bisa dikatakan memang mempunyai arti menunggu. Kata pedang pada bait ketiga baris keenam bukan mempunyai arti parang
panjang atau parang yang tajam, tetapi kata pedang
pada puisi ini mempunyai arti bantuan kekuatan dari militer yang sudah
terlatih karenan pedang sendiri dibeberapa kebudayaan memiliki prestise lebih
atau paling tinggi dibandingkan senjata tajam lainnya, begitu juga militer.
Sedangkan kata keris berarti senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua
(bilahnya ada yang lurus, ada yang berkeluk- keluk). Dalam puisi ini kata keris mempunyai makna bantuan
kekuatan doa karena keris dipercaya identik dengan kekuatan mistis. Keris
dipercaya oleh masyarakat jawa bukan hanya untuk melindungi diri dari lawan
secara fisik, tetapi keris dipercaya mempunyai kekuatan mistis sehingga orang
yang mempunyai keris harus di rawat dengan baik seperti di doakan serta
dimandikan pada saat tertentu. Kata Berselempang
semangat bukan berarti semangat disandangkan ke bahu menyerong dari dada
kearah pinggang kanan atau kiri apalagi semangat tidak ada bentuk nyatanya.
Makna dari kata Berselempang sendiri
merupakan sesuatu yang disandangkan di anggota badan. Kata Berselempang dalam puisi ini mempunyai makna bertabur semangat yang
sangat besar didalam tubuh yang tidak akan bisa mati.
Bait
4
(8) MAJU
Kata MAJU
dalam puisi ini ditulis dengan huruf kapital semua. merupakan kata seruan
agar segera memanfaatkan semangat kemerdekaan yang sudah mulai terbangun untuk
melawan penjajah.
Bait
5
(9) Ini barisan tak bergenderang-berpalu
(10)
Kepercayaan tanda
menyerbu.
Pada kata Ini barisan tak bergenderang-berpalu baris kesembilan
tidak mempunyai makna pasukan yang membawa gendang besar atau membawa sejenis
alat yang biasanya digunakan untuk memukul paku saat akan berperang, tetapi
tidak membawa senjata apa-apa selain mengandalkan semangat meraih kemerdekaan
dan saling mempercayai satu sama lain untuk bersama melawan penjajah. Meskipun tanpa
berbekal senjata yang lengkap mereka masih punya tekad semangat serta saling
percaya yang kuat untuk melawan penjajah supaya segera meraih kemerdekaan.
Bait 6
(11)
Sekali berarti
(12)
Sudah itu mati.
Kata berarti pada baris
kesebelas mempunyai makna mengandung maksud,
perbuatan baik tetapi dalam puisi ini mempunyai makna pengorbanan. Mereka ingin
sebelum meninggal mempunyai jasa dengan ikut serta melawan penjajah. Mereka
tidak peduli meskipun setelah itu mereka mati. semangat yang sudah terbangun
membuat mereka tidak takut dengan resiko terburuk yang akan mereka hadapi,
karena yang paling penting adalah Indonesia segera meraih kemerdekaan biarpun
mereka tidak ikut menikmati bagaimana rasanya merdeka tetapi mereka ikut
berjuang serta berkorban untuk meraih kemerdekaan tersebut.
Bait 7
(13)
MAJU
Kata MAJU baris ketiga belas
hampir sama dengan baik keempat, pada bait ketujuh ini juga merupakan kata
seruan untuk semakin menekankan agar masyarakat Indonesia segera maju dan
melawan para penjajah untuk segera meraih kemerdekaan.
Bait 8
(14)
Bagimu negeri
(15)
Menyediakan api.
Kata api pada baris kelima
belas ini berbeda dengan kata api
pada baris ketiga bait kedua yang mempunyai makna kekaguman penulis kepada
sosok Pangeran Diponegoro. Tetapi, kata api
pada baris kelima belas ini mempunyai makna semangat serta berharap
dukungan penuh dari semua pihak supaya Indonesia segera merdeka. Mereka tidak
ingin meminta apa-apa kepada negeri selain dukungan penuh sebagai penambah
semangat. Mereka ingin segera berjuang untuk secepatnya meraih kemerdekaan
dengan semangat mereka yang sudah terbangun.
Bait 9
(16)
Punah di atas menghamba
(17)
Binasa di atas ditinda
Kata punah pada baris keenam
belas mempunyai arti habis semua hingga tidak ada
sisanya, benar-benar binasa musnah, tetapi dalam puisi ini mempunyai
makna berhenti untuk mengabdi kepada para penjajah. Saatnya bangsa Indonesia
untuk merdeka daripada negara ini rusak karena penjajah. Bangsa Indonesia ingin
segera merasakan kemerdekaan. Segala bentuk penindasan khususnya yang dilakukan
oleh penjajah harus segera di hilangkan dari negeri ini.
Bait 10
(18)
Sungguhpun dalam ajal
baru tercapai
(19)
Jika hidup harus
merasai
Pada bait kesepuluh ini mempunyai makna mereka tidak peduli jika
kemerdekaan bangsa Indonesia baru bisa diraih ketika mereka sudah meninggal
atau ajal menjemput. Itu terlihat pada kata dalam
ajal baru tercapai, maksud dari kata tercapai
bukan tercapai pada kematian tetapi kepada kemerdekaan bangsa Indonesia.
Meskipun seandainya mereka tidak bisa merasakan bagaimana kemerdekaan itu
tetapi yang terpenting mereka sudah ikut berjuang dengan semangatnya melawan
para penjajah. Mereka sudah pernah merasakan tidak enaknya saat dijajah jadi
mereka berharap jangan sampai anak cucu mereka merasakan apa yang sudah mereka
alami selama masa penjajahan.
Bait 11
(20)
Maju.
(21)
Serbu.
(22)
Serang.
(23)
Terjang.
Pada bait kesebelas memang setiap kata bunyi berbeda, kata Maju pada baris keduapuluh sebenarnya
mempunyai makna berjalan ke muka atau kedepan. Kata Serbu pada baris keduapuluh satu mempunyai makna mendatangi dengan
maksud melawan. Kata Serang pada
baris keduapuluh dua juga mempunyai makna mendatangi untuk melawan. Kata Terjang pada baris keduapuluh tiga juga
mempunyai makna yang sebenarnya hampir sama dengan serang. Pada bait kesebelas
ini mempunyai makna bersama yaitu untuk melawan penjajah.
2.
Temuan
2.1 Makna Konotasi
Bait
|
Lirik Puisi
|
Makna Leksikal
|
Makna Konotasi
|
Bait
1
|
Pembangunan
|
Perbuatan
membangun secara fisik
|
Membangun
semangat kemerdekaan
|
Hidup
|
Masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya
|
Semangat
Pangeran Diponegoro
|
|
Bait
2
|
Api
|
Panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yg terbakar, nyala
|
Kekaguman
|
Bait
3
|
Pedang
|
Parang panjang
|
Bantuan
militer
|
Keris
|
Senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua
(bilahnya ada yang lurus, ada yang berkeluk- keluk)
|
Bantuan
doa
|
|
Berselempang
|
Memakai
sesuatu (seperti pita lebar tanda pangkat dsb) yang disandangkan di bahu,
menyerong di dada ke arah pinggang kanan atau kiri
|
Bertabur
semangat
|
|
Bait
4
|
|||
Bait
5
|
Tak
bergenderang-berpalu
|
gendang besar, alat untuk memukul paku, godam, martil
|
Tanpa
senjata
|
Bait
6
|
Berarti
|
Mengandung maksud
|
Pengorbanan
|
Bait
7
|
|||
Bait
8
|
Api
|
Panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yg terbakar, nyala
|
Semangat
|
Bait
9
|
Punah
|
habis semua hingga tidak ada sisanya, benar-benar binasa
|
Berhenti
|
Bait
10
|
Tercapai
|
dapat
dicapai (dijangkau, diperoleh), terlaksana, terjangkau
|
Kemerdekaan
Indonesia
|
Bait
11
|
Maju/Serbu/Serang/Terjang
|
berjalan (bergerak) ke muka, tampil ke muka. Mendatangi dengan
maksud melawan (melukai, memerangi) menyerang. Mendatangi untuk melawan
(melukai, memerangi) menyerbu, tendang, sepak (terutama ke depan atau ke
bawah dengan tapak kaki)
|
Melawan
penjajah
|
2.2
Kelas Kata
Bait
|
Kata
Benda
|
Kata
Kerja
|
Kata
Sifat
|
Konjungsi
|
Bait 1
|
Tuan
|
Pembangunan
|
masa
|
|
Hidup
|
Kembali
|
|||
Bait 2
|
Bara
|
Menjadi
|
Kagum
|
|
Api
|
||||
Bait 3
|
Tuan
|
Menanti
|
Semangat
|
|
Lawan
|
Tak gentar
|
|||
Pedang
|
Berselempang
|
|||
Keris
|
Tak bisa
|
|||
Mati
|
||||
Bait 4
|
Maju
|
|||
Bait 5
|
Barisan
|
Menyerbu
|
||
Bergenderang-berpalu
|
||||
Bait 6
|
Mati
|
|||
Bait 7
|
Maju
|
|||
Bait 8
|
Negeri
|
Menyediakan
|
||
Api
|
||||
Bait 9
|
Menghamba
|
Punah
|
Di
|
|
Ditinda
|
Binasa
|
Di
|
||
Bait 10
|
Ajal
|
Tercapai
|
Sungguhpun
|
Jika
|
Hidup
|
Merasai
|
Dalam
|
||
Baru
|
||||
Bait 11
|
Maju
|
|||
Serbu
|
||||
Serang
|
||||
Terjang
|
||||
Jumlah
|
15
|
20
|
8
|
3
|
2.3 Jumlah Kata
Bait/Baris
|
Lirik
Puisi
|
Jumlah
Kata
|
Bait 1/baris 1
|
Di masa pembangunan ini
|
4
|
Bait 1/baris 2
|
Tuan hidup kembali
|
3
|
Bait 2/baris 3
|
Dan bara kagum menjadi api
|
5
|
Bait 3/baris 4
|
Di depan sekali tuan menanti
|
5
|
Bait 3/baris 5
|
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
|
6
|
Bait 3/baris 6
|
Pedang di kanan, keris di kiri
|
6
|
Bait 3/baris 7
|
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
|
6
|
Bait 4/baris 8
|
MAJU
|
1
|
Bait 5/baris 9
|
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
|
4
|
Bait 5/baris 10
|
Kepercayaan tanda menyerbu.
|
3
|
Bait 6/baris 11
|
Sekali berarti
|
2
|
Bait 6/baris 12
|
Sudah itu mati
|
3
|
Bait 7/baris 13
|
MAJU
|
1
|
Bait 8/baris 14
|
Bagimu negeri
|
2
|
Bait 8/baris 15
|
Menyediakan api
|
2
|
Bait 9/baris 16
|
Punah di atas menghamba
|
4
|
Bait 9/baris 17
|
Binasa di atas ditinda
|
4
|
Bait 10/baris 18
|
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
|
5
|
Bait 10/baris 19
|
Jika hidup harus merasai
|
4
|
Bait 11/baris 20
|
Maju
|
1
|
Bait 11/baris 21
|
Serbu
|
1
|
Bait 11/baris 22
|
Serang
|
1
|
Bait 11/baris 23
|
Terjang
|
1
|
Jumlah
|
74 Kata
|
2.4 Rima Akhir
Bait
|
Lirik
Puisi
|
Rima
Akhit
|
Bait 1
|
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
|
ii
|
Bait 2
|
Dan bara kagum menjadi api
|
ii
|
Bait 3
|
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
|
ii
|
Bait 4
|
MAJU
|
u
|
Bait 5
|
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
|
uu
|
Bait 6
|
Sekali berarti
Sudah itu mati
|
ii
|
Bait 7
|
MAJU
|
u
|
Bait 8
|
Bagimu negeri
Menyediakan api
|
ii
|
Bait 9
|
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
|
aa
|
Bait 10
|
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
|
i i
|
Bait 11
|
Maju
Serbu
Serang
Terjang
|
u ang
|
V.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa puisi
yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini termasuk puisi yang cukup
dikenal dan digemari oleh masyarakat semenjak puisi ini muncul pada tahun 1943
sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan,
sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran
Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali oleh
Chairil Anwar.
Dalam puisi “Diponegoro” terdapat Dua belas makna konotasi yaitu pada
kata pembangunan yang mempunyai makna
membangun semangat kemerdekaan. Hidup
kembali mempunyai makna semangat Pangeran Diponegoro, api mempunyai makna kekaguman, pedang
mempunyai makna bantuan militer, keris mempunyai
makna bantuan doa, berselempang
mempunyai makna bertabur semangat, tak
bergenderang-berpalu mempunyai makna tanpa senjata, berarti mempunyai makna pengorbanan, api mempunyai makna semangat, punah
mempunyai makna berhenti, tercapai
mempunyai makna kemerdekaan Indonesia, dan maju/serbu/serang/terjang
mempunyai makna melawan penjajah.
Jumlah baris dalam lirik puisi “Diponegoro” ini terdapat Dua puluh tiga
baris yang terbagi dalam sebelas bait. Kata dalam puisi ini berjumlah Tujuh
puluh empat kata. Kata benda yang terdapat dalam puisi ini berjumlah Lima
belas, terdapat Dua puluh kata kerja. Kata sifat berjumlah delapan, sedangkan
untuk konjungsi hanya terdapat Tiga konjungsi. Rima akhir dalam puisi ini dalam
setiap baitnya menggunakan rima yang sama.
1 komentar:
Materi yang bagus, bisa menjadi referensi bagi yang ingin mengetahui makna puisi Chairil Anwar tersebut. Kebetulan saya sedang coba memaknai, saya cari di google ternyata ada, diantaranya yang ini, dengan format tulisan seperti karya tulis atau skripsi.
Posting Komentar