Kamis, 04 Juli 2013

Analisis Puisi Diponegoro Karya Chairil Anwar


Makna Konotasi dalam Puisi “Diponegoro”
Karya Chairil Anwar
                                                                  Moh. Fajri         
                                                                     Abstrak

Puisi yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini diambil dari buku kumpulan puisi Aku Ini Binatang Jalang. Puisi ini merupakan puisi yang terkenal sejak pertama kali keluar sekitar bulan Februari 1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar. Penelitian ini mengkaji puisi Diponegoro menggunakan analisis makna konotasi, yaitu tambahan makna lain terhadap makna dasarnya, makna konotasi mengacu kepada aspek makna yang bersifat personal (orang per orang), menampilkan asosiasi emosional sebuah kata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat makna konotasi dalam puisi Diponegoro karya Chairil Anwar. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis kelas kata berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, konjungsi, jumlah bait, jumlah baris, dan jumlah kata, serta rima akhir.
Kata Kunci: Puisi Diponegoro, Makna Konotasi.



I.                   Pendahuluan
            1.1  Latar Belakang
      Puisi merupakan jenis karangan yang penyajiannya sangat mengutamakan aspek keindahan. Keindahan yang terdapat dalam puisi terpancar dalam susunan bunyi dan pilihan katanya. Dalam puisi dikenal dengan adanya  rima, irama dan nada. Istilah-istilah tersebut berkaitan dengan efek keindahan bunyi dalam sebuah puisi. Kecuali dalam kesamaan bunyi, keindahan puisi terdapat pula pada pilihan dan rangkaian kata yang digunakan. Kata dan rangkaian kata yang bergaya merupakan unsur penting lain dalam menciptakan efek estetis. Majas menjadikan larik dan bait-bait dalam puisi hidup, bergerak, dan merangsang pembaca untuk memberikan reaksi tertentu dan merenungkan atas apa yang diungkapkan penyair. Puisi adalah karya sastra yang khas penggunaan bahasanya dan memuat pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisi disusun dari peristiwa yang telah diberi makna dan ditafsirkan secara estetik. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 2012). Kebanyakan didalam puisi terdapat makna konotasi.
Makna konotasi adalah nilai emotif yang menyangkut nuansa halus dan kasar pada suatu bentuk kebahasaan (Wijana, 2008:15). Makna konotatif adalah tambahan makna lain terhadap makna dasarnya (Aminuddin, 2011:56). Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas terjadi dalam kreasi sastra. Sesuai dengan keberagaman nilai, motivasi, sikap, pandangan maupun minat setiap individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh julukan individual sendiri-sendiri.
Pada kesempatan ini penulis akan menganalisis makna konotasi dari salah satu karya Chairil Anwar, yaitu puisi yang berjudul “Diponegoro” puisi ini muncul sekitar bulan Februari 1943 yang ingin membuat banyak orang supaya memiliki jiwa kepahlawanan untuk semangat berjuang meraih kemerdekaan karena pada kenyataannya tahun tersebut Indonesia belum merdeka. Keberanian Pangeran Diponegoro dalam melawan pemerintahan Belanda di Indonesia dilukiskan oleh Chairil Anwar melalui beberapa baris dalam bait puisinya. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi makna konotasi yang terkandung dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini.

            1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana makna konotasi yang terkandung dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar?

II.                Deskripsi Objek
Puisi yang berjudul Diponegoro ini merupakan puisi karya dari Chairil Anwar. Pria kelahiran Medan 26 Juli 1922 ini adalah seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-karyanya hidup dalam batin atau digemari sampai saat ini. Puisi ini muncul sekitar bulan Februari tahun 1993. Dalam puisi ini Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan bangsa Indonesia, karena itu beliau memilih Diponegoro sebagai judul dalam puisinya. Semangat pangeran Diponegoro yang pernah menggerakkan rakyat Jawa Tengah dan Yogyakarta pada masa itu ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar.
Perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan pemerintahan Belanda di Indonesia dilukiskan oleh Chairil Anwar melalui beberapa baris dalam bait puisinya. Bahkan keberanian Diponegoro dalam melawan bangsa Belanda dilukiskan oleh penyair seakan-akan Diponegoro mengayun-ayunkan pedang di tangan kanan dan membawa sebilah keris di tangan kirinya. Walaupun bangsa Belanda menggunakan senjata yang lebih modern, sang Diponegoro yang bersenjata serba tradisional itu terus maju dengan semangat yang tak bisa mati.
Pangeran Diponegoro yang terkenal gigih dan pantang menyerah terlihat jelas manjadi sebuah inspirasi bagi Chairil Anwar dalam menulis puisi. Dari puisi yang berjudul Diponegoro terlihat sekali bahwa Chairil Anwar teramat mengagumi sosok Pangeran Diponegoro. Beliau tentu saja telah mempelajari sejarah hidup Pangeran Diponegoro ini dengan baik.
Pada puisi Diponegoro karya Chairil Anwar ini menggunakan pemilihan kata yang sederhana. Meskipun sederhata tetapi kata yang digunakan merupakan kata-kata yang keras dan tergolong kata tegas. Hal itu akan terlihat jika puisi itu dibacakan. Chairil Anwar mempunyai ciri khas dan lebih bebas dalam mengolah bahasa puisi sehingga ia dikenal sebagai penyair yang menjadi tonggak perkembangan sastra Indonesia. Dengan ciri khas gaya bahasa yang dimilikinya, Chairil Anwar disebut sebagai pelopor angkatan ‘45. Bahasa yang digunakan Chairil dalam puisi-puisinya merepresentasi sebagian besar kehidupannya. Chairil menggunakan bahasa yang berapi-api dalam merepresentasikan kehidupan yang terjadi pada saat itu, yakni masa perjuangan kemerdekaan termasuk dalam puisi yang berjudul Diponegoro ini.

III.             Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna konotasi.  Makna konotatif adalah tambahan makna lain terhadap makna dasarnya (Aminuddin, 2011:56). Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas terjadi dalam kreasi sastra. Sesuai dengan keberagaman nilai, motivasi, sikap, pandangan maupun minat setiap individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh julukan individual sendiri-sendiri. Makna konotasi adalah makna tambahan atau pinggiran yang berada di sekitar makna pokok. Makna ini bersifat personal atau individual. Makna ini bersifat khas perorangan, bergantung pada pengalaman hidup orang per orang. Oleh karena itu tipe makna ini tidak dapat ditiru atau dicontoh oleh orang lain (Subroto, 2011:47). Tipe makna ini juga berkaitan dengan asosiasi emosional yang dimunculkan oleh sebuah kata. Hal itu berdasarkan atas pengalaman hidup kebanyakan orang. Jadi, tipe makna konotasi mengacu kepada aspek makna yang bersifat personal (orang per orang), menampilkan asosiasi emosional sebuah kata.
 
IV.             Analisis dan Temuan
            1.      Analisis
            1.1  Data
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Diponegoro.” Puisi ini terdapat dalam buku kumpulan puisi Aku Ini Binatang Jalang.
DIPONEGORO                                                  (Judul)

Di masa pembangunan ini                                     (baris 1/bait 1)
Tuan hidup kembali                                              (baris 2/bait 1)
          
Dan bara kagum menjadi api                                (baris 3/bait 2)

Di depan sekali tuan menanti                                (baris 4/bait 3)
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.          (baris 5/bait 3)
Pedang di kanan, keris di kiri                               (baris 6/bait 3)
Berselempang semangat yang tak bisa mati.         (baris 7/bait 3)

MAJU                                                                   (baris 8/bait 4)
Ini barisan tak bergenderang-berpalu                    (baris 9/bait 5)
Kepercayaan tanda menyerbu.                              (baris 10/bait 5)
          
Sekali berarti                                                         (baris 11/bait 6)
Sudah itu mati.                                                      (baris 12/bait 6)

MAJU                                                                   (baris 13/bait 7)

Bagimu negeri                                                       (baris 14/bait 8)
Menyediakan api.                                                  (baris 15/bait 8)

Punah di atas menghamba                                    (baris 16/bait 9)
Binasa di atas ditinda                                            (baris 17/bait 9)

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai                   (baris 18/bait 10)
Jika hidup harus merasai                                       (baris 19/bait 10)

Maju.                                                                     (baris 20/bait 11)
Serbu.                                                                    (baris 21/bait 11)
Serang.                                                                  (baris 22/bait 11)
Terjang.                                                                 (baris 23/bait 11)
Februari 1943


           1.2  Analisis

Judul
Diponegoro
Diponegoro merupakan seorang pangeran yang lahir pada 11 November 1785. Ia putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono III (1811–1814). Ibunya Raden Ayu Mangkarawati merupakan keturunan Kyai Agung Prampelan yaitu ulama yang sangat disegani di masa panembahan senapati mendirikan kerajaan Mataram. Pangeran Diponegoro adalah seorang pemberani khususnya dalam melawan pemerintahan Belanda yang ada di Indonesia saat itu, sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Pada saat perang Diponegoro kerugian dari pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan, hadiah sebesar 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Pada tanggal 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia. Pada 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro, tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux.
Chairil Anwar ingin menumbuhkan semangat untuk meraih kemerdekaan dalam puisi ini apalagi puisi Diponegoro ini lahir sekitar bulan Februari tahun 1943 saat Indonesia belum merdeka. Chairil Anwar sebagai penulis puisi ini ingin menghidupkan kembali semangat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu.

Bait 1
            (1)   Di masa pembangunan ini
            (2)   Tuan hidup kembali

Pada kata pembangunan di baris kesatu bukan berarti pembangunan secara fisik seperti membangun gedung atau tempat lain. Tetapi, kata pembangunan dalam puisi ini mempunyai makna untuk membangun semangat meraih kemerdekaan. Karena saat puisi ini muncul yaitu pada tahun 1943 yang berarti Indonesia masih belum merdeka. Semangat serta keberanian Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah saat itu ingin di ungkapkan oleh Chairil Anwar melalui puisi tersebut supaya bisa memberi semangat kepada masyarakat Indonesia untuk segera berjuang dalam merebut kemerdekaan dari penjajah. Pada kata hidup mempunyai arti masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. Bukan berarti Pangeran Diponegoro setelah beliau meninggal kemudian harus hidup kembali jasadnya, tetapi kata hidup disini bisa diartikan semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan belanda sebelum beliau meninggal diharapkan bisa muncul atau hidup kembali kepada masyarakat Indonesia saat itu.

Bait 2
            (3)   Dan bara kagum menjadi api

Kata api pada bait kedua baris ketiga bukan mempunyai arti api pada umumnya yang berupa cahaya dari sesuatu yang terbakar. Tetapi kata api pada puisi ini mempunyai makna kekaguman Chairil Anwar kepada Diponegoro. Hal itu semakin diterlihat ketika pada sebelumnya ada kata bara kagum, bara masih ada kaitannya dengan api, bara merupakan arang yang masih panas terbakar sebelum menjadi api. Begitupun kekaguman Chairil Anwar kepada Diponegoro yang tidak hanya sekadar menjadi bara saja tetapi sudah menjadi api.

Bait 3
            (4)   Di depan sekali tuan menanti                         
            (5)   Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.               
            (6)   Pedang di kanan, keris di kiri                                    
            (7)   Berselempang semangat yang tak bisa mati 

Di depan sekali tuan menanti mempunyai makna masyarakat Indonesia sudah tidak sabar untuk menunggu perjuangan supaya Indonesia berhasil menyingkirkan para penjajah demi meraih kemerdekaan, apalagi kata menanti yang bisa dikatakan memang mempunyai arti menunggu. Kata pedang pada bait ketiga baris keenam bukan mempunyai arti parang panjang atau parang yang tajam, tetapi kata pedang pada puisi ini mempunyai arti bantuan kekuatan dari militer yang sudah terlatih karenan pedang sendiri dibeberapa kebudayaan memiliki prestise lebih atau paling tinggi dibandingkan senjata tajam lainnya, begitu juga militer. Sedangkan kata keris berarti senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus, ada yang berkeluk- keluk). Dalam puisi ini kata keris mempunyai makna bantuan kekuatan doa karena keris dipercaya identik dengan kekuatan mistis. Keris dipercaya oleh masyarakat jawa bukan hanya untuk melindungi diri dari lawan secara fisik, tetapi keris dipercaya mempunyai kekuatan mistis sehingga orang yang mempunyai keris harus di rawat dengan baik seperti di doakan serta dimandikan pada saat tertentu. Kata Berselempang semangat bukan berarti semangat disandangkan ke bahu menyerong dari dada kearah pinggang kanan atau kiri apalagi semangat tidak ada bentuk nyatanya. Makna dari kata Berselempang sendiri merupakan sesuatu yang disandangkan di anggota badan. Kata Berselempang dalam puisi ini mempunyai makna bertabur semangat yang sangat besar didalam tubuh yang tidak akan bisa mati. 

Bait 4
            (8)   MAJU  

Kata MAJU dalam puisi ini ditulis dengan huruf kapital semua. merupakan kata seruan agar segera memanfaatkan semangat kemerdekaan yang sudah mulai terbangun untuk melawan penjajah. 

Bait 5
            (9)         Ini barisan tak bergenderang-berpalu                 
           (10)           Kepercayaan tanda menyerbu.

      Pada kata Ini barisan tak bergenderang-berpalu baris kesembilan tidak mempunyai makna pasukan yang membawa gendang besar atau membawa sejenis alat yang biasanya digunakan untuk memukul paku saat akan berperang, tetapi tidak membawa senjata apa-apa selain mengandalkan semangat meraih kemerdekaan dan saling mempercayai satu sama lain untuk bersama melawan penjajah. Meskipun tanpa berbekal senjata yang lengkap mereka masih punya tekad semangat serta saling percaya yang kuat untuk melawan penjajah supaya segera meraih kemerdekaan.

Bait 6
            (11)                       Sekali berarti                                      
            (12)                 Sudah itu mati.

      Kata berarti pada baris kesebelas mempunyai makna mengandung maksud, perbuatan baik tetapi dalam puisi ini mempunyai makna pengorbanan. Mereka ingin sebelum meninggal mempunyai jasa dengan ikut serta melawan penjajah. Mereka tidak peduli meskipun setelah itu mereka mati. semangat yang sudah terbangun membuat mereka tidak takut dengan resiko terburuk yang akan mereka hadapi, karena yang paling penting adalah Indonesia segera meraih kemerdekaan biarpun mereka tidak ikut menikmati bagaimana rasanya merdeka tetapi mereka ikut berjuang serta berkorban untuk meraih kemerdekaan tersebut.

Bait 7
            (13)               MAJU

      Kata MAJU baris ketiga belas hampir sama dengan baik keempat, pada bait ketujuh ini juga merupakan kata seruan untuk semakin menekankan agar masyarakat Indonesia segera maju dan melawan para penjajah untuk segera meraih kemerdekaan.

Bait 8
            (14)                       Bagimu negeri                                                            
            (15)                 Menyediakan api.

      Kata api pada baris kelima belas ini berbeda dengan kata api pada baris ketiga bait kedua yang mempunyai makna kekaguman penulis kepada sosok Pangeran Diponegoro. Tetapi, kata api pada baris kelima belas ini mempunyai makna semangat serta berharap dukungan penuh dari semua pihak supaya Indonesia segera merdeka. Mereka tidak ingin meminta apa-apa kepada negeri selain dukungan penuh sebagai penambah semangat. Mereka ingin segera berjuang untuk secepatnya meraih kemerdekaan dengan semangat mereka yang sudah terbangun.

Bait 9
            (16)                       Punah di atas menghamba                                         
            (17)                 Binasa di atas ditinda

      Kata punah pada baris keenam belas mempunyai arti habis semua hingga tidak ada sisanya, benar-benar binasa musnah, tetapi dalam puisi ini mempunyai makna berhenti untuk mengabdi kepada para penjajah. Saatnya bangsa Indonesia untuk merdeka daripada negara ini rusak karena penjajah. Bangsa Indonesia ingin segera merasakan kemerdekaan. Segala bentuk penindasan khususnya yang dilakukan oleh penjajah harus segera di hilangkan dari negeri ini. 

Bait 10
            (18)                       Sungguhpun dalam ajal baru tercapai                        
            (19)                  Jika hidup harus merasai  
       
      Pada bait kesepuluh ini mempunyai makna mereka tidak peduli jika kemerdekaan bangsa Indonesia baru bisa diraih ketika mereka sudah meninggal atau ajal menjemput. Itu terlihat pada kata dalam ajal baru tercapai, maksud dari kata tercapai bukan tercapai pada kematian tetapi kepada kemerdekaan bangsa Indonesia. Meskipun seandainya mereka tidak bisa merasakan bagaimana kemerdekaan itu tetapi yang terpenting mereka sudah ikut berjuang dengan semangatnya melawan para penjajah. Mereka sudah pernah merasakan tidak enaknya saat dijajah jadi mereka berharap jangan sampai anak cucu mereka merasakan apa yang sudah mereka alami selama masa penjajahan.

Bait 11
            (20)                       Maju.                                                                          
            (21)                       Serbu.                                                                         
            (22)                       Serang.                                                                       
            (23)                  Terjang.

      Pada bait kesebelas memang setiap kata bunyi berbeda, kata Maju pada baris keduapuluh sebenarnya mempunyai makna berjalan ke muka atau kedepan. Kata Serbu pada baris keduapuluh satu mempunyai makna mendatangi dengan maksud melawan. Kata Serang pada baris keduapuluh dua juga mempunyai makna mendatangi untuk melawan. Kata Terjang pada baris keduapuluh tiga juga mempunyai makna yang sebenarnya hampir sama dengan serang. Pada bait kesebelas ini mempunyai makna bersama yaitu untuk melawan penjajah.

            2.      Temuan
2.1 Makna Konotasi
Bait
Lirik Puisi
Makna Leksikal
Makna Konotasi
Bait 1
Pembangunan
Perbuatan membangun secara fisik
Membangun semangat kemerdekaan
Hidup
Masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya
Semangat Pangeran Diponegoro
Bait 2
Api

Panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yg terbakar, nyala
Kekaguman
Bait 3
Pedang

Parang panjang
Bantuan militer
Keris

Senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus, ada yang berkeluk- keluk)
Bantuan doa
Berselempang

Memakai sesuatu (seperti pita lebar tanda pangkat dsb) yang disandangkan di bahu, menyerong di dada ke arah pinggang kanan atau kiri
Bertabur semangat
Bait 4



Bait 5
Tak bergenderang-berpalu

gendang besar, alat untuk memukul paku, godam, martil
Tanpa senjata
Bait 6
Berarti

Mengandung maksud
Pengorbanan
Bait 7



Bait 8
Api

Panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yg terbakar, nyala
Semangat
Bait 9
Punah

habis semua hingga tidak ada sisanya, benar-benar binasa
Berhenti
Bait 10
Tercapai
dapat dicapai (dijangkau, diperoleh), terlaksana, terjangkau
Kemerdekaan Indonesia
Bait 11
Maju/Serbu/Serang/Terjang

berjalan (bergerak) ke muka, tampil ke muka. Mendatangi dengan maksud melawan (melukai, memerangi) menyerang. Mendatangi untuk melawan (melukai, memerangi) menyerbu, tendang, sepak (terutama ke depan atau ke bawah dengan tapak kaki)
Melawan penjajah





2.2 Kelas Kata
Bait
Kata Benda
Kata Kerja
Kata Sifat
Konjungsi
Bait 1
Tuan
Pembangunan
masa

Hidup
Kembali






Bait 2
Bara
Menjadi
Kagum

Api



Bait 3
Tuan
Menanti
Semangat 

Lawan
 Tak gentar


Pedang
Berselempang


Keris
Tak bisa


Mati



Bait 4

Maju


Bait 5
Barisan
Menyerbu



Bergenderang-berpalu










Bait 6
Mati



Bait 7

Maju


Bait 8
Negeri
Menyediakan


Api



Bait 9

Menghamba
Punah
Di

Ditinda
Binasa
Di








Bait 10
Ajal
Tercapai
Sungguhpun
Jika

Hidup
Merasai
Dalam




Baru

Bait 11

Maju




Serbu




Serang




Terjang


Jumlah
15
20
8
3


2.3 Jumlah Kata
Bait/Baris
Lirik Puisi
Jumlah Kata
Bait 1/baris 1
Di masa pembangunan ini
4
Bait 1/baris 2
Tuan hidup kembali
3
Bait 2/baris 3
Dan bara kagum menjadi api
5
Bait 3/baris 4
Di depan sekali tuan menanti
5
Bait 3/baris 5
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
6
Bait 3/baris 6
Pedang di kanan, keris di kiri
6
Bait 3/baris 7
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
6
Bait 4/baris 8
MAJU
1
Bait 5/baris 9
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
4
Bait 5/baris 10
Kepercayaan tanda menyerbu.
3
Bait 6/baris 11
Sekali berarti  
2
Bait 6/baris 12
Sudah itu mati
3
Bait 7/baris 13
MAJU
1
Bait 8/baris 14
Bagimu negeri
2
Bait 8/baris 15
Menyediakan api
2
Bait 9/baris 16
Punah di atas menghamba
4
Bait 9/baris 17
Binasa di atas ditinda
4
Bait 10/baris 18
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
5
Bait 10/baris 19
Jika hidup harus merasai
4
Bait 11/baris 20
Maju
1
Bait 11/baris 21
Serbu
1
Bait 11/baris 22
Serang
1
Bait 11/baris 23
Terjang
1
Jumlah
74 Kata
               
  2.4 Rima Akhir
Bait
Lirik Puisi
Rima Akhit
Bait 1
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
ii
Bait 2
Dan bara kagum menjadi api
ii
Bait 3
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
ii

Bait 4
MAJU
u
Bait 5
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
uu

Bait 6
Sekali berarti  
Sudah itu mati
ii           

Bait 7
MAJU
u
Bait 8
Bagimu negeri
Menyediakan api
ii

Bait 9      
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
aa

Bait 10
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
i i

Bait 11

Maju
Serbu
Serang
Terjang
 u ang
 

V.                Simpulan

      Berdasarkan hasil penelitian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa puisi yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini termasuk puisi yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat semenjak puisi ini muncul pada tahun 1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar.
      Dalam puisi “Diponegoro” terdapat Dua belas makna konotasi yaitu pada kata pembangunan yang mempunyai makna membangun semangat kemerdekaan. Hidup kembali mempunyai makna semangat Pangeran Diponegoro, api mempunyai makna kekaguman, pedang mempunyai makna bantuan militer, keris mempunyai makna bantuan doa, berselempang mempunyai makna bertabur semangat, tak bergenderang-berpalu mempunyai makna tanpa senjata, berarti mempunyai makna pengorbanan, api mempunyai makna semangat, punah mempunyai makna berhenti, tercapai mempunyai makna kemerdekaan Indonesia, dan maju/serbu/serang/terjang mempunyai makna melawan penjajah.
      Jumlah baris dalam lirik puisi “Diponegoro” ini terdapat Dua puluh tiga baris yang terbagi dalam sebelas bait. Kata dalam puisi ini berjumlah Tujuh puluh empat kata. Kata benda yang terdapat dalam puisi ini berjumlah Lima belas, terdapat Dua puluh kata kerja. Kata sifat berjumlah delapan, sedangkan untuk konjungsi hanya terdapat Tiga konjungsi. Rima akhir dalam puisi ini dalam setiap baitnya menggunakan rima yang sama.






1 komentar:

Anonim mengatakan...

Materi yang bagus, bisa menjadi referensi bagi yang ingin mengetahui makna puisi Chairil Anwar tersebut. Kebetulan saya sedang coba memaknai, saya cari di google ternyata ada, diantaranya yang ini, dengan format tulisan seperti karya tulis atau skripsi.

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Moh. Fajri