Siapa yang tidak pernah mendengar nama Solokuro khususnya yang hidup beberapa tahun lalu. Sebuah nama desa yang sempat terkenal karena kasus bom Bali yang melibatkan beberapa warga dari kecamatan Solokuro. Solokuro sendiri sebenarnya berasal dari dua kelompok
atau dua dusun yaitu Jalak dan Sangan. Kondisi di masyarakat saat itu sedang
terjadi banyak persoalan yang melanda kedua dusun tersebut, mulai dari semakin
banyaknya kasus pencurian sampai kekurangan air. Semua masyarakat Jalak dan Sangan
sangat kesulitan untuk mencari sumber mata air baik untuk masak, minum ataupun
untuk mandi.
Pada saat itu ada seorang santri dari Sunan Ampel
yang berasal dari Solo Jawa Tengah. Dia sedang nyantri di Surabaya dan disuruh oleh Sunan Ampel untuk mencari
sebuah sumur atau sumber mata air di tanah Jawa. Kebetulan seorang santri tersebut
duduk di sebuah gua, tongkatnya di tancap-tancapkan ke tanah dan setelah itu
keluarlah sumber air yang sangat banyak. Masyarakat sekarang menyebutnya sumber
beranak atau sumber yang beranak-anak. Setelah itu tongkatnya dibawa ke arah
selatan dan disitu dia membuat sebuah jublangan
atau sejenis kolam dan ada sebuah pelanturan
atau tempat keluarnya air, saat ini dikenal dengan nama sendang. Di tempat itu
dia membuat sebuah tulisan untuk mengingat bahwa sebenarnya dia itu dari Solo.
Santri tersebut menulis diatas sebuah batu yang berbentuk kuro atau kura-kura, pelanturan atau tempat keluarnya air itu
berbentuk seperti ekor dari kura-kura, ada sedikit lobang yang berbentuk
seperti kepala dari kura-kura, dan disitu dia menulis kata Solokuro. Setelah
selesai tongkat tersebut terus saja di seret
atau di bawah ke arah selatan dan menjadi sebuah kali atau sungai kecil diantara
dusun Jalak dan Sangan, dia berhenti disitu.
Pada saat itu warga Jalak dan Sangan sedang
terjadi sebuah kemalingan atau pencurian dan menuduh santri itu sebagai seorang
maling, apalagi dia tidak dikenal sehingga para warga sangat yakin kalau dia
adalah seorang maling. Santri itupun berlari dan ketika berlari tongkat dan
sandalnya ketinggalan disitu kemudian di kubur oleh warga Jalak dan Sangan. Sekarang
tempat tersebut lebih dikenal dengan nama kam dowo atau makam dowo yang dalam
bahasa Indonesia yaitu berarti makam panjang, tetapi yang di kubur disitu bukan
orangnya melainkan hanya tongkat dan sandalnya saja. santri tersebut masih dikejar
oleh warga, dia lari kearah timur desa.
“Maling kamu.” Teriak para warga.
“Bukan, saya ini bukan maling. Saya santrinya
Sunan Ampel yang berasal dari Solo.” Santri tersebut tidak member tahu warga
kalau dia disuruh untuk membuat sebuah sumur disini.
Dia tetap dipaksa oleh warga untuk mengaku
kalau dia seorang maling.
“Apa yang Kamu bawa itu kalau bukan barang
yang kamu curi.”
“Bukan ini Al qur’an dan sarung.” Jawab santri
tersebut.
“Kamu pasti bohong, sini biar kami lihat.”
“Maaf tidak boleh, karena orang kalau ingin
memegang Al qur’an itu harus dalam keadaan suci atau harus wudhu dulu.”
Tetapi para warga tetap memaksa.
“Kalau kalian tetap memaksa baiklah, silahkan
kalian lubangi pohon yang sedang saya gunakan untuk bersandar ini, kalau pohon
ini berlubang berarti sudah takdir dari Allah kalau saya akan meninggal disini”
Setelah dilubangi ternyata pohon itu bisa
berlubang, akhirnya santri tersebut di buatkan sebuah lubang dan di bunuh
dengan cara di potong kepalanya. Setelah itu para warga penasaran ingin tahu
isi dari bungkusan yang dibawah santri tersebut dan ternyata benar, bungkusan
itu berisi Al qur’an, sarung dan tasbih. Para warga merasa bersalah telah membunuh
santri tersebut sehingga setiap tahun mereka melakukan sebuah acara selametan disitu. Setelah selesai berdoa
mereka langsung berlari karena takut dan meminta maaf karena telah membunuh
santri tadi. Tempat tersebut sampai sekarang di namakan dengan makam santri.
Seiring dengan berkembangnya zaman orang-orang
yang pergi berdoa ketempat tersebut dianggap musyrik sehingga maesan atau tanda kalau itu sebuah makam
di rusak semua padahal aslinya itu memang makam dari seorang santri. Karena
lama tidak kembali akhirnya Sunan Ampel mencari santrinya yang berasal dari Solo
tersebut, tetapi dia ditemukan ternyata dalam keadaan sudah wafat. Sunan Ampel
lalu membuatkan sebuah bangunan sebagai tanda kalau itu makam santri.
Setelah itu para warga Jalak dan Sangan
menemukan sebuah air yang mengalir dari utara hasil dari santri tadi. Mereka
mengikuti asal dari air yang mengalir itu dan menemukan sebuah jublangan atau kolam dan melihat sebuah
batu yang pada tempat keluarnya air ada tulisannya Solokuro. Akhirnya para
penduduk dusun Jalak dan Sangan yang saat itu kekurangan sumber mata air berpindah tempat
tinggal di sekitar sumber tersebut dan bersatu menjadi sebuah desa yang
bernama Solokuro sampai sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar