Jumat, 19 Juli 2013

Solokuro


Siapa yang tidak pernah mendengar nama Solokuro khususnya yang hidup beberapa tahun lalu. Sebuah nama desa yang sempat terkenal karena kasus bom Bali yang melibatkan beberapa warga dari kecamatan Solokuro. Solokuro sendiri sebenarnya berasal dari dua kelompok atau dua dusun yaitu Jalak dan Sangan. Kondisi di masyarakat saat itu sedang terjadi banyak persoalan yang melanda kedua dusun tersebut, mulai dari semakin banyaknya kasus pencurian sampai kekurangan air. Semua masyarakat Jalak dan Sangan sangat kesulitan untuk mencari sumber mata air baik untuk masak, minum ataupun untuk mandi.

Pada saat itu ada seorang santri dari Sunan Ampel yang berasal dari Solo Jawa Tengah. Dia sedang nyantri di Surabaya dan disuruh oleh Sunan Ampel untuk mencari sebuah sumur atau sumber mata air di tanah Jawa. Kebetulan seorang santri tersebut duduk di sebuah gua, tongkatnya di tancap-tancapkan ke tanah dan setelah itu keluarlah sumber air yang sangat banyak. Masyarakat sekarang menyebutnya sumber beranak atau sumber yang beranak-anak. Setelah itu tongkatnya dibawa ke arah selatan dan disitu dia membuat sebuah jublangan atau sejenis kolam dan ada sebuah pelanturan atau tempat keluarnya air, saat ini dikenal dengan nama sendang. Di tempat itu dia membuat sebuah tulisan untuk mengingat bahwa sebenarnya dia itu dari Solo. Santri tersebut menulis diatas sebuah batu yang berbentuk kuro atau kura-kura, pelanturan atau tempat keluarnya air itu berbentuk seperti ekor dari kura-kura, ada sedikit lobang yang berbentuk seperti kepala dari kura-kura, dan disitu dia menulis kata Solokuro. Setelah selesai tongkat tersebut terus saja di seret atau di bawah ke arah selatan dan menjadi sebuah kali atau sungai kecil diantara dusun Jalak dan Sangan, dia berhenti disitu.
Pada saat itu warga Jalak dan Sangan sedang terjadi sebuah kemalingan atau pencurian dan menuduh santri itu sebagai seorang maling, apalagi dia tidak dikenal sehingga para warga sangat yakin kalau dia adalah seorang maling. Santri itupun berlari dan ketika berlari tongkat dan sandalnya ketinggalan disitu kemudian di kubur oleh warga Jalak dan Sangan. Sekarang tempat tersebut lebih dikenal dengan nama kam dowo atau makam dowo yang dalam bahasa Indonesia yaitu berarti makam panjang, tetapi yang di kubur disitu bukan orangnya melainkan hanya tongkat dan sandalnya saja. santri tersebut masih dikejar oleh warga, dia lari kearah timur desa.
“Maling kamu.” Teriak para warga.
“Bukan, saya ini bukan maling. Saya santrinya Sunan Ampel yang berasal dari Solo.” Santri tersebut tidak member tahu warga kalau dia disuruh untuk membuat sebuah sumur disini.
Dia tetap dipaksa oleh warga untuk mengaku kalau dia seorang maling.
“Apa yang Kamu bawa itu kalau bukan barang yang kamu curi.”
“Bukan ini Al qur’an dan sarung.” Jawab santri tersebut.
“Kamu pasti bohong, sini biar kami lihat.”
“Maaf tidak boleh, karena orang kalau ingin memegang Al qur’an itu harus dalam keadaan suci atau harus wudhu dulu.”
Tetapi para warga tetap memaksa.
“Kalau kalian tetap memaksa baiklah, silahkan kalian lubangi pohon yang sedang saya gunakan untuk bersandar ini, kalau pohon ini berlubang berarti sudah takdir dari Allah kalau saya akan meninggal disini”
Setelah dilubangi ternyata pohon itu bisa berlubang, akhirnya santri tersebut di buatkan sebuah lubang dan di bunuh dengan cara di potong kepalanya. Setelah itu para warga penasaran ingin tahu isi dari bungkusan yang dibawah santri tersebut dan ternyata benar, bungkusan itu berisi Al qur’an, sarung dan tasbih. Para warga merasa bersalah telah membunuh santri tersebut sehingga setiap tahun mereka melakukan sebuah acara selametan disitu. Setelah selesai berdoa mereka langsung berlari karena takut dan meminta maaf karena telah membunuh santri tadi. Tempat tersebut sampai sekarang di namakan dengan makam santri.
Seiring dengan berkembangnya zaman orang-orang yang pergi berdoa ketempat tersebut dianggap musyrik sehingga maesan atau tanda kalau itu sebuah makam di rusak semua padahal aslinya itu memang makam dari seorang santri. Karena lama tidak kembali akhirnya Sunan Ampel mencari santrinya yang berasal dari Solo tersebut, tetapi dia ditemukan ternyata dalam keadaan sudah wafat. Sunan Ampel lalu membuatkan sebuah bangunan sebagai tanda kalau itu makam santri.
Setelah itu para warga Jalak dan Sangan menemukan sebuah air yang mengalir dari utara hasil dari santri tadi. Mereka mengikuti asal dari air yang mengalir itu dan menemukan sebuah jublangan atau kolam dan melihat sebuah batu yang pada tempat keluarnya air ada tulisannya Solokuro. Akhirnya para penduduk dusun Jalak dan Sangan yang saat itu kekurangan sumber mata air berpindah tempat tinggal di sekitar sumber tersebut dan bersatu menjadi sebuah desa yang bernama Solokuro sampai sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Moh. Fajri